ISSUE, Surabaya – Kopri PMII Jawa Timur mengecam keras penangkapan Saiful Amin, aktivis asal Kediri, yang ditahan usai menyuarakan aspirasi rakyat. Organisasi perempuan PMII itu menilai tindakan kepolisian sarat pelanggaran hukum dan memperlihatkan wajah represif aparat.
Dalam keterangan resminya, Kopri PMII Jatim menyebut penolakan atas penangguhan penahanan Saiful Amin adalah bentuk ketidakberanian aparat menjalankan kewenangan hukum. Mereka menilai keputusan tersebut bertentangan dengan KUHAP Pasal 31 dan mencederai prinsip due process of law.
“Alasan ‘tidak berani mengambil keputusan’ adalah tamparan keras bagi institusi kepolisian. Aparat seharusnya menegakkan hukum, bukan malah menyalahi prosedur dengan alasan konyol yang meruntuhkan kepercayaan publik,” tegas Ketua Kopri PMII Jawa Timur, Kholisatul Hasanah, Sabtu (20/9).
Lebih jauh, Kholisatul menyoroti proses penangkapan yang dianggap melanggar hak asasi manusia. Penjemputan paksa, penggundulan paksa selama penahanan, hingga gagalnya polisi menjaga jalannya aksi damai dari provokasi penyusup, disebut sebagai bukti lemahnya profesionalisme aparat.
“Ini bukan sekadar soal Saiful Amin, tapi soal masa depan demokrasi kita. Aktivitas menyuarakan kepentingan publik bukanlah kejahatan. Demonstrasi damai itu dijamin konstitusi, bukan untuk dikriminalisasi,” ujarnya.
Kopri PMII Jatim juga menegaskan bahwa pihaknya telah menyampaikan delapan tuntutan yang ditujukan kepada Polres, Polda, hingga Kapolri. Intinya, mereka menuntut pembebasan Saiful Amin, penghentian segala bentuk kriminalisasi aktivis, serta evaluasi kinerja kepolisian yang dinilai tidak profesional.
Kholisatul Hasanah menutup pernyataan dengan nada keras.
“Bebaskan Saiful Amin, hentikan kriminalisasi aktivis, dan pulihkan marwah demokrasi Indonesia. Jika aparat kehilangan keberanian moral, maka rakyatlah yang akan berdiri untuk mengingatkan bahwa kebenaran tidak bisa dibungkam,” pungkasnya.