Oleh: Arik Irawan (Ketua Komisariat PMII Universitas Bondowoso)
ISSUE, Film “Jadi Tuh Barang” hadir sebagai salah satu tontonan yang berusaha memadukan unsur komedi dengan cerita yang dekat dengan keseharian masyarakat. Judulnya yang sederhana, bahkan terkesan nyeleneh, justru mampu menarik perhatian penonton karena memunculkan rasa penasaran: barang apa yang dimaksud? Bagaimana bisa sebuah “barang” menjadi pusat cerita?
1. Alur Cerita dan Gaya Penyajian
Film ini tampaknya mengusung pendekatan komedi-horor atau komedi-fantasi yang dikemas ringan agar mudah diterima berbagai kalangan. Jalan cerita disusun dengan menghadirkan konflik sederhana, tetapi diperkuat dengan dialog-dialog jenaka khas budaya populer Indonesia. Kehadiran tokoh-tokoh dengan karakter kuat menjadikan film ini terasa hidup meski premisnya sederhana.
2. Pesan Sosial yang Tersirat
Di balik canda tawa yang ditampilkan, film ini menyimpan kritik sosial. Misalnya, bagaimana masyarakat sering terjebak dalam mitos, keserakahan, atau keinginan instan untuk mendapatkan sesuatu tanpa usaha yang realistis. “Barang” dalam film bisa dimaknai sebagai simbol: bisa harta, kekuasaan, atau bahkan sekadar ambisi yang tidak terkendali. Dari sini, film mengajak penonton untuk merefleksikan kembali sikap hidup sehari-hari.
3. Kekuatan Karakter dan Akting
Para pemeran dalam film mampu menghidupkan cerita melalui ekspresi dan gaya komedi yang khas. Kehadiran karakter-karakter unik menciptakan chemistry yang membuat penonton tidak sekadar tertawa, tetapi juga merasa akrab karena tokoh-tokohnya merepresentasikan figur-figur yang sering ditemui dalam kehidupan nyata.
4. Tantangan dan Kelemahan
Namun, seperti film komedi Indonesia pada umumnya, tantangan terbesar adalah menghindari jebakan komedi receh yang hanya mengandalkan slapstick. Jika tidak dikelola dengan baik, film semacam ini berpotensi hanya menjadi hiburan sesaat tanpa meninggalkan kesan mendalam. Kekuatan naskah dan konsistensi pesan menjadi hal yang menentukan apakah film ini akan bertahan di ingatan penonton atau tidak.
5. Peluang dan Relevansi
Di era maraknya konten hiburan singkat seperti TikTok atau Instagram Reels, film “Jadi Tuh Barang” bisa menjadi jembatan untuk menarik minat generasi muda agar kembali menikmati cerita panjang di layar lebar. Selain itu, dengan mengangkat humor lokal dan kritik sosial ringan, film ini punya peluang besar untuk diterima masyarakat luas sebagai hiburan yang sekaligus menyentil.
“Jadi Tuh Barang” bukan sekadar film komedi, tetapi juga cermin kecil tentang fenomena sosial dan budaya masyarakat kita. Ia mengajarkan bahwa di balik tawa ada pesan yang bisa direnungkan, bahwa “barang” yang kita kejar tidak selalu membawa kebaikan, dan terkadang justru menjadi sumber masalah. Dengan sentuhan ringan, film ini berhasil menyeimbangkan hiburan dan refleksi, sehingga patut diapresiasi sebagai karya yang relevan dengan realitas zaman.