Oleh : Arik Irawan (Ketua PK PMII Universitas Bondowoso)
ISSUE, Essai. Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dikenal sebagai organisasi kaderisasi yang berlandaskan nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan. Namun, idealisme tersebut kerap tergerus oleh dinamika internal yang tidak sehat. Salah satu contoh nyata dapat kita temukan dalam tubuh Pengurus Cabang (PC) PMII Bondowoso, yang dalam beberapa periode terakhir dihadapkan pada konflik internal yang seolah tak kunjung selesai.
Kepengurusan yang Tidak Aktif: Cermin Krisis Struktural
Salah satu persoalan mendasar yang mencuat adalah ketidakaftifan kepengurusan PC PMII Bondowoso. Dalam beberapa waktu terakhir, roda organisasi berjalan tersendat, bahkan nyaris terhenti. Agenda kaderisasi, advokasi sosial, maupun kegiatan keilmuan yang menjadi ciri khas PMII tidak lagi terdengar gaungnya.
Kondisi ini tentu menimbulkan tanda tanya besar: ke mana arah kepemimpinan cabang? Banyak komisariat dan rayon di bawahnya kehilangan arahan dan motivasi karena lemahnya koordinasi dan komunikasi dari tingkat cabang. Jika kondisi seperti ini terus dibiarkan, maka eksistensi PMII di Bondowoso akan kehilangan makna, karena struktur yang ada hanya sebatas formalitas tanpa fungsi substantif.
Mabincab yang Tidak Memenuhi Syarat: Pembinaan yang Tersendat
Lebih jauh, permasalahan internal ini juga diperparah oleh ketidakterpenuhinya syarat-syarat pembentukan dan keberadaan Majelis Pembina Cabang (Mabincab). Dalam struktur PMII, Mabincab seharusnya menjadi unsur penting yang berfungsi sebagai pembina, penasehat, dan penyeimbang dalam menjalankan roda organisasi di tingkat cabang.
Namun faktanya, komposisi Mabincab PMII Bondowoso dinilai belum memenuhi ketentuan prosedural organisasi, baik dari sisi keabsahan anggota, mekanisme penetapan, maupun kelengkapan administratif sebagaimana diatur dalam Peraturan Organisasi (PO) dan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PMII.
Akibatnya, fungsi pembinaan yang semestinya menjadi tumpuan bagi pengurus aktif tidak berjalan maksimal. Alih-alih menjadi penuntun arah, keberadaan Mabincab justru menimbulkan kebingungan baru, karena tidak jelas siapa yang memiliki legitimasi pembinaan yang sah. Kondisi ini turut memperlemah koordinasi internal dan memperpanjang siklus konflik yang ada.
Menimbang Jalan Keluar: Kembali pada Aturan dan Nilai Dasar
Melihat situasi yang terus berlarut, PC PMII Bondowoso perlu segera melakukan rekonsiliasi dan penataan struktural secara menyeluruh. Langkah pertama yang paling mendesak adalah menertibkan legalitas kepengurusan dan Mabincab sesuai aturan organisasi. Segala bentuk penetapan personalia dan pembinaan harus merujuk pada AD/ART dan PO PMII, agar struktur organisasi benar-benar berjalan dengan dasar hukum yang jelas dan sah.
Selain itu, penguatan kembali fungsi kaderisasi dan peran intelektual menjadi hal yang tak kalah penting. PMII Bondowoso perlu kembali pada ruh pergerakan—yakni pembentukan karakter kader yang kritis, religius, dan berorientasi pada perubahan sosial.
Para senior dan alumni pun diharapkan tidak memperkeruh suasana, melainkan mengambil peran sebagai fasilitator rekonsiliasi. Sebab, konflik yang terus dipelihara hanya akan melahirkan generasi kader yang apatis dan kehilangan arah perjuangan.
Penutup
Konflik internal yang melanda PMII Bondowoso bukan sekadar persoalan individu, melainkan cerminan lemahnya penegakan aturan dan disiplin organisasi. Tanpa pembenahan serius, PMII di Bondowoso akan kehilangan daya juang dan kepercayaan kader di tingkat bawah.
Sudah saatnya PC PMII Bondowoso berbenah—menata kembali kepengurusan, memperjelas legalitas Mabincab, serta menegakkan nilai-nilai organisasi dengan konsisten. Hanya dengan langkah-langkah itu, PMII Bondowoso dapat kembali menjadi wadah pergerakan yang hidup, dinamis, dan berorientasi pada kemaslahatan umat serta bangsa.















