Oleh: Yuski Al Faruq (Aktivis Mahasiswa Pulau Kangean)
ISSUE, Opini. Rencana survei seismik migas di Kepulauan Kangean oleh PT KEI bukanlah sekadar persoalan teknis eksplorasi energi, melainkan menyangkut ruang hidup masyarakat dan masa depan ekosistem laut. Pemerintah dan perusahaan migas kerap beralasan bahwa survei ini penting demi memenuhi kebutuhan energi nasional. Namun, alasan itu tidak serta-merta bisa membenarkan praktik yang berpotensi merugikan masyarakat lokal dan merusak lingkungan.
Secara hukum, masyarakat Kangean memiliki dasar kuat untuk menolak. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menegaskan hak setiap orang atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Survei seismik yang menggunakan gelombang suara berintensitas tinggi terbukti dapat mengganggu biota laut, termasuk ikan, mamalia laut, hingga terumbu karang. Padahal, semua itu merupakan penopang utama mata pencaharian nelayan. Selain itu, Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 jo. UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil juga mengamanatkan perlindungan ekosistem serta hak masyarakat pesisir untuk dilibatkan dalam setiap pengambilan keputusan. Jika suara penolakan masyarakat diabaikan, itu berarti ada pelanggaran terhadap hak konstitusional mereka.
Logika sederhananya, kerugian masyarakat Kangean jauh lebih nyata dibandingkan manfaat yang dijanjikan. Nelayan menggantungkan hidup sehari-hari dari hasil tangkapan laut. Begitu ekosistem terganggu, mereka akan kehilangan sumber penghidupan. Sementara keuntungan dari migas, jika pun ada, tidak otomatis dirasakan masyarakat lokal, melainkan lebih banyak mengalir ke pemerintah pusat dan perusahaan. Dengan kata lain, masyarakat menanggung risiko, sementara keuntungan besar dinikmati pihak luar. Inilah logika pembangunan yang timpang.
Pihak pendukung migas sering mengatakan bahwa survei hanya tahap awal dan belum tentu berujung pada eksploitasi. Namun, pengalaman di banyak daerah menunjukkan bahwa survei selalu menjadi pintu masuk bagi eksploitasi skala besar. Dan ketika itu terjadi, dampak lingkungan dan sosial hampir selalu tidak bisa dihindari. Menolak survei berarti mencegah kerusakan sejak dini.
Masyarakat Kangean bukan anti pembangunan. Mereka hanya ingin pembangunan yang adil, berkelanjutan, dan tidak merampas ruang hidup mereka. Potensi perikanan dan pariwisata bahari sebenarnya jauh lebih menjanjikan untuk masa depan Kangean dibandingkan eksploitasi migas. Pembangunan sejati bukanlah yang mengorbankan masyarakat, melainkan yang menjaga kelestarian alam sekaligus menyejahterakan rakyat.
Karena itu, menolak survei seismik migas di Kepulauan Kangean adalah sikap yang sah, logis, dan visioner: menjaga laut berarti menjaga kehidupan.
Penulis : Yuski Al Faruq
Editor : Halim Al Farizy











