Seribu Hari Tragedi Kanjuruhan: Suara Sunyi Aremania Bondowoso Raya untuk Keadilan yang Belum Tiba

- Wartawan

Rabu, 25 Juni 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

ISSUE, Bondowoso — Seribu hari telah berlalu sejak Tragedi Kanjuruhan mengguncang nurani bangsa. 135 nyawa hilang dalam malam yang gelap dan berasap, namun bagi Aremania Bondowoso Raya, luka itu belum mengering. Waktu berjalan, tapi rasa kehilangan dan tuntutan atas keadilan masih diam-diam mereka peluk erat.

Hari ini, tanpa aksi turun ke jalan, tanpa suara toa atau barisan massa, Aremania Bondowoso Raya memilih diam. Tapi diam mereka bukan pertanda lupa. Justru dari keheningan, mereka terus menyuarakan harapan yang belum padam.

“Kami tidak menggelar aksi apa pun hari ini. Tapi kami masih mengingatnya. Seribu hari telah berlalu, dan kami masih menunggu keadilan yang layak untuk Tragedi Kanjuruhan,” ujar Achlan Nuri, Ketua Aremania Bondowoso Raya.

Achlan mengungkapkan, bahwa yang paling dibutuhkan saat ini bukan lagi simbol atau upacara belasungkawa. Yang dibutuhkan adalah kesungguhan negara untuk menghadirkan kebenaran dan keadilan. Baginya, akar persoalan belum disentuh—yakni keberanian untuk menegakkan tanggung jawab.

“Kami tidak butuh upacara. Kami tidak mencari simbol. Yang kami butuh adalah keberanian untuk mengakui bahwa ada kesalahan besar, dan harus ada pihak yang bertanggung jawab,” tegasnya.

Tragedi Kanjuruhan bagi mereka bukan sekadar peristiwa sepak bola, tapi gambaran menyakitkan tentang betapa nyawa manusia bisa tersisih oleh sistem yang seharusnya melindungi. Sebagai komunitas suporter, mereka tidak ingin tragedi ini dipendam dalam senyap dan dijadikan sekadar sejarah tanpa makna.

“Kami ini hanya suporter. Tapi kami juga manusia. Dan sebagai manusia, kami tak bisa diam melihat 135 nyawa hilang tanpa kejelasan,” lanjut Achlan.

Di Bondowoso, peringatan seribu hari itu tidak diwujudkan dalam bentuk aksi besar. Tapi ingatan tetap hidup dalam obrolan kecil di warung kopi, di ruang berkumpul yang sederhana. Harapan masih terjaga dalam sunyi yang bermakna.

“Semoga negara tidak tuli terhadap jeritan yang masih terdengar ini. Semoga keadilan bukan sekadar janji, tapi sesuatu yang benar-benar hadir dan bisa kami saksikan,” tutup Achlan dengan suara lirih penuh harap.

Berita Terkait

Mahasiswa Bondowoso Gedor Polres: Ketua Rayon Averos PMII Bondowoso Desak Usut Dugaan Pemerasan Kanit Pidsus
Ratusan Warga Mengikuti Jjs di Jalan Jembatan Baru Kelurahan Gladak Anyar Berjalan Meriah
Siswa SMP 2 Pamekasan Ikuti Kegiatan Ektra Kurikuler ke Pramukaan
Hari Jadi Kabupaten Situbondo ke-207, IKSASS Rayon Situbondo Gelar Do’a Bersama
Dr. Abdul Wasik Tekankan TCA Sebagai Ladang Insyaf dan Persiapan Alumni Sukorejo Hadapi Zaman
IKMASS Situbondo Gelar Do’a Bersama dan Penutupan Lomba HUT RI ke-80
Tim Opsnal Sakera Sakti Gerak Cepat, Polres Pamekasan Amankan Pelaku Penganiayaan Warga Larangan 
PK PMII Universitas Bondowoso Gugat Transparansi PDAM, Desak Investigasi Dana Miliaran dan Proyek Mangkrak

Berita Terkait

Rabu, 3 September 2025 - 01:04 WIB

Mahasiswa Bondowoso Gedor Polres: Ketua Rayon Averos PMII Bondowoso Desak Usut Dugaan Pemerasan Kanit Pidsus

Minggu, 31 Agustus 2025 - 00:43 WIB

Ratusan Warga Mengikuti Jjs di Jalan Jembatan Baru Kelurahan Gladak Anyar Berjalan Meriah

Rabu, 27 Agustus 2025 - 18:23 WIB

Hari Jadi Kabupaten Situbondo ke-207, IKSASS Rayon Situbondo Gelar Do’a Bersama

Minggu, 24 Agustus 2025 - 04:45 WIB

Dr. Abdul Wasik Tekankan TCA Sebagai Ladang Insyaf dan Persiapan Alumni Sukorejo Hadapi Zaman

Jumat, 22 Agustus 2025 - 15:36 WIB

IKMASS Situbondo Gelar Do’a Bersama dan Penutupan Lomba HUT RI ke-80

Berita Terbaru

Peristiwa

Diam Ditindas, Bersuara Dilindas

Rabu, 3 Sep 2025 - 11:34 WIB