ISSUE, Situbondo. Pemerintah Kabupaten Situbondo baru-baru ini menuai apresiasi setelah berhasil menyulap kawasan eks-lokalisasi BURNIK menjadi pusat wisata kuliner dan sentra UMKM. Langkah ini dinilai sebagai bentuk konkret dalam menata ulang wajah kota yang lebih produktif dan sehat secara sosial.
Namun, keberhasilan ini juga menimbulkan pertanyaan lanjutan dari kalangan mahasiswa, khususnya PMII UNIB Situbondo. Mereka menilai bahwa langkah Pemkab belum sepenuhnya adil dan menyeluruh karena lokalisasi GS masih aktif beroperasi sebagai kawasan prostitusi terbuka.
Ketua PMII Universitas Ibrahimy menegaskan bahwa pemerintah tidak boleh setengah hati dalam memberantas praktik-praktik prostitusi di wilayahnya. “Kalau BURNIK bisa disulap menjadi tempat yang produktif dan layak dikunjungi, kenapa GS masih dibiarkan beroperasi? Pemerintah jangan hanya berani tampil simbolik. Ini bukan sekadar soal penataan tempat, tapi juga penataan marwah kota santri atau kultur religi,” tegasnya.
Maka oleh karena itu PMII UNIB mendesak Bupati Situbondo untuk segera mengambil langkah berani dan terukur dalam menutup dan merekonstruksi kawasan GS. Menurut mereka, penutupan tidak cukup dilakukan secara administratif, tetapi harus disertai langkah kongkrit yang solutif.
Elvira berharap GS bisa disulap menjadi zona produktif berbasis UMKM, taman edukasi dan literasi, pusat pelatihan keterampilan masyarakat, atau rumah komunitas kreatif yang dapat diakses pemuda dan masyarakat sekitar. Selain itu, pemerintah juga wajib memberikan program pendampingan, pelatihan kerja, dan pemberdayaan bagi para mantan pekerja seks serta masyarakat sekitar.
Transformasi BURNIK seharusnya menjadi inspirasi, bukan satu-satunya aksi yang selalu di validasi. Selama GS masih beroperasi sebagai lokalisasi aktif, maka perjuangan membersihkan Situbondo dari ruang-ruang gelap belum bisa dikatakan selesai. Jangan biarkan Kota Santri kehilangan ruhnya hanya karena pemerintah takut menghadapi realita sosial.
Sumber Berita : Komisariat PMII Universitas Ibrahimy