Ketika Satu Gaji Tak Menghapus Dua Kuasa: Kritik Indria atas Rangkap Jabatan

Sabtu, 31 Mei 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Issue, Yogyakarta – Fenomena “rangkap jabatan” atau penempatan pejabat negara pada dua posisi strategis dalam waktu bersamaan, misalnya sebagai wakil menteri sekaligus komisaris atau kepala lembaga pemerintah lainnya, kembali menjadi sorotan.

Kali ini, Ketua Umum Kabeh Sedulur Tamansiswa Indonesia, Indria Febriansyah, menyampaikan pandangan kritis namun konstruktif atas dinamika tersebut.
Dalam wawancara eksklusif. Indria menyatakan bahwa rangkap jabatan sejatinya bukan hal baru dalam sistem birokrasi Indonesia.

“Penempatan jabatan ganda ini bisa dimaknai sebagai upaya membangun sinergisitas antara kementerian dengan badan usaha milik negara (BUMN). Tujuannya bisa jadi untuk memangkas birokrasi, mempercepat koordinasi, dan meningkatkan efisiensi anggaran,” ujar Indria sapaan akrabnya kepada media, Jumat (30/5/2025) di Yogyakarta.

Gaji Satu, Privilege Dua

Indria mengakui bahwa secara administratif, pejabat yang menduduki dua jabatan hanya menerima satu gaji. Namun, ia menekankan bahwa privilege kekuasaan tetap melekat dari kedua jabatan tersebut.

“Biar pun gaji hanya satu, akses kekuasaan dan pengaruh dari dua posisi tetap bisa dimainkan. Itu yang tidak bisa diukur hanya dari angka anggaran,” tegasnya.

Sebagai pimpinan salah satu organ militansi yang mendukung Presiden Prabowo, Indria menyampaikan kritik internal terhadap tata kelola pemerintahan.

Menurutnya, dalam situasi politik dan ekonomi nasional yang sedang tidak stabil, perlu kehati-hatian dalam menata struktur kekuasaan. Terutama agar tidak menimbulkan kesan konsolidasi kekuasaan demi kepentingan pemilu 2029 belaka.

Soal Pemerataan: Siapa yang Diuntungkan?
Indria menyayangkan bahwa dalam praktiknya, jabatan tambahan justru berpotensi mengukuhkan dominasi kelompok tertentu, baik yang berasal dari partai politik, universitas tertentu, hingga organisasi masyarakat (ormas) keagamaan. “

Akhirnya, akses terhadap sumber daya negara hanya dinikmati oleh orang-orang dari lingkaran itu-itu saja,” katanya.

Ia mencontohkan, bila seorang wakil menteri yang berafiliasi dengan ormas A mendapatkan jabatan tambahan, besar kemungkinan jaringan kerja atau staf yang digunakan pun akan berasal dari ormas A.

“Begitu juga jika berasal dari kampus tertentu, yang dipakai ya alumni kampus itu juga. Padahal, problem kita sekarang bukan hanya soal efisiensi, tapi keadilan distribusi peran dan manfaat negara,” tegas Indria.

Miskin Ekstrim: Mereka Tidak Punya Akses Politik

Yang lebih disoroti oleh Indria adalah nasib rakyat miskin ekstrim, yang menurutnya sering kali diabaikan dalam diskursus elit.

“Mereka yang hidup dalam kemiskinan ekstrim tidak tergabung dalam partai politik, tidak aktif di ormas, apalagi punya akses ke lembaga akademik. Mereka terlalu sibuk mikirin beli beras untuk besok,” ujarnya dengan nada tegas.

Ia mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam menurunkan angka kemiskinan ekstrem jika sistem penempatan jabatan masih dikuasai oleh elit politik dan oligarki sosial.

“Kalau yang diberi jabatan selalu orang yang itu-itu saja, dan mereka juga yang mengakses anggaran dan program, lalu rakyat yang miskin ini kapan bisa ikut menikmati manfaat negara?,” katanya.

Persiapan 2029: Sinergi atau Konsolidasi?

Indria menyampaikan bahwa narasi sinergi antarlembaga dan antara politik dengan birokrasi memang selalu terdengar indah. Tapi dalam konteks kekuasaan. Ia mengingatkan bahwa sinergi itu bisa bermakna lain: konsolidasi kekuatan menuju pemilu 2029.

“Apakah penempatan jabatan-jabatan ini memang untuk pelayanan publik ataukah untuk mengamankan struktur politik sebelum kontestasi berikutnya?”

Ia menutup dengan satu pertanyaan yang menurutnya masih menggantung dalam ruang publik:

“Sampai kapan rakyat miskin ekstrem harus menunggu giliran menikmati keadilan dan kesejahteraan dari negara?,” pungkas Indria.

Catatan redaksi: Indria Febriansyah adalah Ketua Umum Kabeh Sedulur Tamansiswa Indonesia, sebuah organisasi alumni dan aktivis Tamansiswa yang kini aktif menyuarakan reformasi sistem politik dan pendidikan nasional. Ia dikenal sebagai salah satu tokoh muda progresif pendukung Presiden Prabowo yang kerap memberikan kritik internal secara terbuka. (red)

Berita Terkait

TNI di Perbatasan RI–RDTL Dorong Ketahanan Pangan Lewat Aksi Nyata di Sawah
SMSI Pamekasan Singgung Konten Kreator yang Asal Copot Karya Jurnalistik
Kawikas dan Said Foundation Ajukan M. Said jadi Pahlawan Nasional
Bahas Cukai Rokok Madura, Ketua Komisi XI Akan Panggil Dirjen Bea Cukai dan Menteri Keuangan
Akses Jalan Utama Desa Tanjung Longsor, Warga Cari Amal Perbaiki Jalan
Prestasi Tak Diakui, Wali Murid di Kabupaten Magelang Keluhkan Sistem Seleksi SMP Jalur Prestasi
Selain Siskamling, Polres Pasuruan Paparkan Bahaya dan Jenis Narkoba
Baru Come back di Dunia Model Rere Ainun akan Tampil Di Podcast Bos Bro Show

Berita Terkait

Sabtu, 31 Mei 2025 - 13:16

Ketika Satu Gaji Tak Menghapus Dua Kuasa: Kritik Indria atas Rangkap Jabatan

Jumat, 30 Mei 2025 - 01:58

TNI di Perbatasan RI–RDTL Dorong Ketahanan Pangan Lewat Aksi Nyata di Sawah

Kamis, 29 Mei 2025 - 08:42

SMSI Pamekasan Singgung Konten Kreator yang Asal Copot Karya Jurnalistik

Kamis, 29 Mei 2025 - 01:26

Kawikas dan Said Foundation Ajukan M. Said jadi Pahlawan Nasional

Rabu, 28 Mei 2025 - 02:03

Bahas Cukai Rokok Madura, Ketua Komisi XI Akan Panggil Dirjen Bea Cukai dan Menteri Keuangan

Berita Terbaru