KHR. Asad Syamsul Arifin: Tetap Menolong Meski Terluka

Kamis, 29 Mei 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh: Syamsul A. Hasan

(Umana’ Ma’had Salafiyah-Syafi’iyah Sukorejo Situbondo Jawa Timur)

KOLOM — Di antara lautan petuah yang pernah diungkapkan Kiai As’ad Syamsul Arifin, ada satu dawuh yang tak lekang oleh waktu dan terasa begitu menggugah kalbu: “Kalau ingin punya pengikut, bantulah masyarakat walaupun pahit.”

Kalimat ini singkat, tapi di dalamnya mengalir kedalaman samudra jiwa. Seperti embun yang jatuh perlahan di tengah kemarau batin, petuah itu menyentuh sisi terdalam kemanusiaan: tentang pengabdian yang tak selalu manis, tentang cinta yang terus memberi meski tak selalu diterima.

“Pahit”—sebuah kata sederhana yang menyimpan makna begitu kompleks. Ia bisa berarti difitnah, disalahpahami, dicibir, atau sekadar diabaikan setelah berbuat baik. Namun justru di situlah ujian sejati seorang pelayan umat. Ketika kebaikan tak berbalas, ketika balasannya justru luka, di situlah keikhlasan menemukan wujud sejatinya. Bukan karena manusia melihat, tapi karena Tuhan tahu.

Dari sudut pandang psikologi, dawuh Kiai As’ad ini memuat semangat prosocial behavior—yakni keberanian untuk terus memberi dan menolong, bahkan saat hati sendiri sedang perih. Dalam teori empati dan altruism, tindakan seperti ini hanya bisa lahir dari kedewasaan emosi dan keluhuran moral. Menolong saat mudah itu biasa. Tapi menolong saat getir, itulah keagungan.

Seseorang yang tetap membantu walau sedang dihantam ombak, sejatinya sedang membangun jembatan kepercayaan. Bukan dengan kata-kata, tapi dengan pengorbanan. Kiai As’ad seolah ingin berkata, bahwa pengaruh tak lahir dari jabatan, tapi dari ketulusan. Kepemimpinan bukan perkara berdiri di podium, tapi tentang menunduk bersama beban rakyat, mengangkatnya dengan kasih, dan tetap bertahan meski harus sendiri.

Konsep ini sejalan dengan teori transformational leadership dalam psikologi modern. Pemimpin sejati tak sekadar memimpin, tapi menginspirasi. Dan inspirasi yang abadi, lahir dari ketulusan yang diuji. “Pahit” menjadi simbol dari rintangan emosional, sosial, bahkan spiritual yang harus dilalui oleh mereka yang memilih jalan melayani. Dan Kiai As’ad tidak meminta umat menjadi manusia tanpa rasa. Justru, beliau mengajarkan untuk tetap hadir dengan rasa, untuk mengolah luka menjadi cahaya, dan untuk menjadikan kepedihan sebagai ladang kesabaran.

Dalam kacamata logoterapi Viktor Frankl, penderitaan yang dipeluk dengan kesadaran mampu melahirkan makna hidup yang dalam. Orang yang menolong dalam pahit, sejatinya sedang menanam cinta dalam tanah ujian. Ia tak sedang mencari pengikut, tapi sedang membangun jiwa. Ia tidak sedang mengejar pujian, tapi sedang menenun keabadian dalam diam.

Kita kerap mengira, tokoh besar lahir dari sorotan, padahal mereka sering terlahir dari sunyi. Dari lorong-lorong pengabdian yang tak terlihat, dari peluh yang tak disanjung, dan dari kesabaran yang tak dihargai. Namun justru di situlah mereka menjelma abadi di hati umat. Jiwa-jiwa tangguh yang tetap menolong meski terluka adalah cermin dari resiliensi psikologis—ketangguhan batin untuk bangkit, tetap hadir, dan tidak berpaling saat dibutuhkan.

Maka, dawuh Kiai As’ad adalah cahaya di zaman yang gemar mencari pengakuan tanpa pengorbanan. Ia adalah pengingat bahwa keikhlasan tak selalu bersuara, tapi kekuatannya bisa menggetarkan. Dunia mungkin tak mencatat setiap kebaikan kita, tapi satu tangan yang tetap menolong di tengah perih akan selalu dikenang oleh hati manusia.

Karena pada akhirnya, manusia akan mengikuti bukan mereka yang pandai bicara, tapi mereka yang diam-diam menjaga. Yang tetap hadir meski disakiti. Yang tetap memberi meski dilukai. Yang tetap melayani, meski pahit.

Sukorejo, 28 Mei 2025

Berita Terkait

KHR Ach Fawaid As’ad: Saat Harapan Diuji
Ketimpangan Digital: Ketika Jaringan Menentukan Arah Hidup
KHR. Achmad Fawaid As’ad: Hati Yang Membumi
Karsono, S.Ag Inisiasi Gerakan Kemandirian Banom NU Lewat “Ngurip-Urip” di Dlingo
Keinginan Harus Sejalan dengan Pengetahuan, Mungkin Cara ini Bermanfaat Bagi Pengusaha Pemula
Cara Mudah Hindarkan Anak dari Ketergantungan Gedget, Saatnya Orang Tua Berbenah
Nikmatnya Kopi Pahit, Seperti Apa Filosofinya
Jurus Ampuh Bagi Pemula Affiliate Tiktok, Pelajari Cara Ini

Berita Terkait

Sabtu, 31 Mei 2025 - 03:14

KHR Ach Fawaid As’ad: Saat Harapan Diuji

Kamis, 29 Mei 2025 - 07:42

KHR. Asad Syamsul Arifin: Tetap Menolong Meski Terluka

Kamis, 29 Mei 2025 - 01:58

Ketimpangan Digital: Ketika Jaringan Menentukan Arah Hidup

Rabu, 28 Mei 2025 - 06:36

KHR. Achmad Fawaid As’ad: Hati Yang Membumi

Senin, 26 Mei 2025 - 17:19

Karsono, S.Ag Inisiasi Gerakan Kemandirian Banom NU Lewat “Ngurip-Urip” di Dlingo

Berita Terbaru

Kolom

KHR Ach Fawaid As’ad: Saat Harapan Diuji

Sabtu, 31 Mei 2025 - 03:14