Ketimpangan Digital: Ketika Jaringan Menentukan Arah Hidup

Kamis, 29 Mei 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh: Ahmad Andrey Maulana

Di satu tempat, anak muda bisa belajar pemrograman sambil duduk di kafe ber-AC, internet cepat, dan webinar global hanya sejauh klik. Di tempat lain, anak seusianya harus memanjat bukit hanya untuk membuka pesan WhatsApp dari guru.

Ketimpangan digital bukan sekadar tentang siapa yang punya HP canggih dan siapa yang tidak. Tapi tentang wilayah mana yang dianggap layak terhubung, dan mana yang belum jadi prioritas. Seolah-olah, kualitas hidup bisa ditentukan oleh seberapa kuat sinyal masuk ke desa.

Dua Dunia, Satu Generasi

Di kota besar, peluang berkembang datang setiap hari. Kursus online, seminar gratis, beasiswa luar negeri, lowongan kerja remote—semua berseliweran di layar. Tapi di pinggiran, jangankan ikut kelas daring, membuka Google pun butuh perjuangan.

Padahal, potensi anak muda tidak mengenal batas wilayah. Di desa pun, banyak yang cerdas, kreatif, dan punya semangat luar biasa. Yang kurang hanya satu: akses.

Tanpa akses digital yang adil, bakat bisa terkubur, kesempatan bisa terlewat, dan kepercayaan diri bisa hancur.

Bukan Sekadar BTS dan Sinyal

Keadilan digital bukan hanya soal menara BTS. Tapi juga tentang ekosistem yang membuat teknologi bisa benar-benar dimanfaatkan oleh semua.

Internet hari ini bukan sekadar hiburan. Ia adalah pintu menuju masa depan.

Solusi Konkret: Apa yang Bisa Dilakukan?

1. Pemerataan Infrastruktur Digital

Pembangunan jaringan harus menyasar wilayah yang selama ini tertinggal. Kerja sama antara pemerintah, BUMN, dan penyedia jasa perlu diarahkan ke desa-desa terpencil, bukan hanya kota besar dan pusat wisata.

2. Literasi Digital yang Membumi

Anak muda di daerah tak hanya butuh jaringan, tapi juga pemahaman. Pendampingan dari guru, komunitas, hingga relawan literasi digital sangat penting agar dunia digital tak terasa asing dan rumit.

3. Ruang Digital Lokal yang Kuat

Desa bisa punya kanal YouTube sendiri, akun media sosial desa, atau toko online berbasis UMKM. Jika suara digital berasal dari lokal, maka ketimpangan mulai teratasi dari dalam.

4. Dukung Komunitas Anak Muda

Banyak pemuda desa membentuk komunitas belajar, konten kreatif, dan pelatihan mandiri. Beri mereka ruang, pelatihan, dan sedikit dukungan logistik. Hasilnya akan jauh lebih besar dari yang dibayangkan.

Menutup Jarak, Meretas Harapan

Keadilan digital adalah soal siapa yang diberi peluang untuk ikut berlari. Dan seharusnya, semua anak muda, tak peduli lahir di mana, bisa punya hak yang sama untuk terhubung, tumbuh, dan bermimpi.

Bukan hanya sinyal yang perlu diperkuat, tapi juga rasa percaya bahwa anak muda di pelosok negeri juga punya masa depan yang layak diperjuangkan.

 #KeadilanDigital #PemudaIndonesia #OpiniMuda #LiterasiTeknologi

Penulis : Ahmad Andrey Maulana

Berita Terkait

KHR Ach Fawaid As’ad: Saat Harapan Diuji
KHR. Asad Syamsul Arifin: Tetap Menolong Meski Terluka
KHR. Achmad Fawaid As’ad: Hati Yang Membumi
Karsono, S.Ag Inisiasi Gerakan Kemandirian Banom NU Lewat “Ngurip-Urip” di Dlingo
Keinginan Harus Sejalan dengan Pengetahuan, Mungkin Cara ini Bermanfaat Bagi Pengusaha Pemula
Cara Mudah Hindarkan Anak dari Ketergantungan Gedget, Saatnya Orang Tua Berbenah
Nikmatnya Kopi Pahit, Seperti Apa Filosofinya
Jurus Ampuh Bagi Pemula Affiliate Tiktok, Pelajari Cara Ini

Berita Terkait

Sabtu, 31 Mei 2025 - 03:14

KHR Ach Fawaid As’ad: Saat Harapan Diuji

Kamis, 29 Mei 2025 - 07:42

KHR. Asad Syamsul Arifin: Tetap Menolong Meski Terluka

Kamis, 29 Mei 2025 - 01:58

Ketimpangan Digital: Ketika Jaringan Menentukan Arah Hidup

Rabu, 28 Mei 2025 - 06:36

KHR. Achmad Fawaid As’ad: Hati Yang Membumi

Senin, 26 Mei 2025 - 17:19

Karsono, S.Ag Inisiasi Gerakan Kemandirian Banom NU Lewat “Ngurip-Urip” di Dlingo

Berita Terbaru

Kolom

KHR Ach Fawaid As’ad: Saat Harapan Diuji

Sabtu, 31 Mei 2025 - 03:14